Di atas atap langit Gumi Lombok Gunung Rinjani, sakralnya danau Segara Anak, dua orang pemuda sedang bertarung dengan saling mengayunkan rotan panjang ke tubuh lawannya. Berbekal tameng yang terbuat dari kulit kerbau, mereka saling menangkis dari sakitnya sabetan rotan yang jika terkena tubuh bisa menyebabkan luka-luka bahkan sampai berdarah. Iringan tabuhan Gendang Beleq yang saling berbalas membuat pertarungan semakin sengit dan menegangkan.
Namun ini bukan sebuah perkelahian atau dua orang musuh bebuyutan, melainkan sebuah tradisi seni tarung yang disebut “Peresean”. Para petarung Peresean disebut dengan Pepadu.
Peresean adalah tradisi seni tarung dua putra Suku Sasak di Pulau Lombok dengan membawa rotan dan tameng kulit kerbau. Tradisi ini memiliki nilai-nilai kebaikan yang berkaitan dengan sejarah Suku Sasak. Peresean sudah ada sejak zaman dahulu, konon sejak era kerajaan di Lombok. Dahulu,Peresean digunakan sebagai ajang latihan bagi para prajurit untuk meningkatkan keterampilan berperang. Seiring berjalannya waktu, Peresean kemudian menjadi bagian dari upacara adat dan hiburan rakyat. Peresean melambangkan keberanian dan ketangguhan, serta menjadi ajang pembuktian diri bagi para pria suku Sasak. Selain itu, Presean menjunjung nilai-nilai sportifitas, penghargaan diri, menjalin silaturrahmi, dan persahabatan.
Melestarikan tradisi di era modernisasi merupakan kebaikan pemuda pemudi Indonesia!