Aulia Zahra Al-bukhori

“Seribu Candi, Seribu Dusta”

Di balik kemegahan Candi Prambanan, tersembunyi kisah kelicikan dan kepedihan. Roro Jonggrang, putri jelita nan cerdas, berdiri di ambang dilema. Bandung Bondowoso, pemuda sakti yang membunuh ayahandanya, datang melamar dengan cinta yang penuh paksaan. Bagi Roro Jonggrang, menerima berarti tunduk pada pembunuh keluarganya, menolak berarti menantang kuasa yang tak tertandingi.

Dalam kelicikan yang terpaksa, ia mengajukan syarat mustahil: seribu candi dalam semalam. Dengan kesaktian dan bala bantuan jin, Bandung Bondowoso hampir menyelesaikan tugasnya. Batu demi batu disusun, satu demi satu candi berdiri. Namun, di detik-detik terakhir, Roro Jonggrang mengkhianati janjinya. Ia membangunkan para gadis desa, menumbuk padi, menyalakan obor, menipu malam agar fajar seolah telah tiba.

Para jin pun menghilang, meninggalkan satu candi yang belum terselesaikan. Amarah Bandung Bondowoso meledak. Ia merasa dikhianati, dicurangi, dipermainkan oleh cinta yang berubah menjadi dusta. Dalam murkanya, ia mengutuk Roro Jonggrang menjadi batu, menjadikannya candi terakhir yang melengkapi seribu janji yang berujung dusta.

Kini, di Prambanan, berdiri seribu candi yang tak hanya menyimpan kisah cinta dan pengkhianatan, tetapi juga bayang-bayang keangkuhan dan kehancuran. Roro Jonggrang tetap abadi dalam keheningan batu, menjadi saksi bisu bahwa di balik kemegahan, sering kali tersimpan seribu dusta.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top