Bella Novio Sukiansyah

Pulau Kemaro dipercaya berasal dari kisah seorang saudagar Tiongkok dan putri asli Palembang, yang bernama Tan Bun An dan Siti Fatimah. Sang saudagar jatuh cinta kepada Siti Fatimah dan meminta restu dari orang tuanya. Setelah merestui pernikahan sang anak, orang tua Tan Bun An lalu memberikan hadiah berupa tujuh guci besar kepada sang anak dan menantu.

Tan Bun An dan Siti Fatimah lalu berlayar pulang ke Palembang dengan membawa guci-guci pemberian orang tuanya. Saat masih berada di tengah Sungai Musi, Tan Bun An penasaran dengan isi guci-guci itu lalu membukanya. Maka terkejutlah ia melihat guci berisi sawi-sawi asin. Hal tersebut membuat Tan Bun An marah dan melemparkan guci-guci itu ke Sungai Musi. Ketika hendak melempar guci ketujuh, tanpa sengaja guci tersebut jatuh dan pecah di perahu. Ternyata guci pecah itu berisi harta benda yang permukaannya ditutupi sawi-sawi asin.

Tan Bun An yang sudah membuang enam guci lantas menyesali perbuatannya. Tanpa pikir panjang, ia segera melompat ke air untuk mengambil kembali guci-gucinya bersama pengawalnya. Tapi mereka tak kunjung muncul ke permukaan sungai sehingga membuat Siti Fatimah panik. Hingga akhirnya Siti Fatimah memutuskan untuk lompat ke air dan mengalami nasib yang sama dengan Tan Bun An serta pengawalnya. Beberapa waktu kemudian, munculah pulau kecil di tempat Tan Bun An dan Siti Fatimah terjun ke Sungai Musi. Pulau tersebut dinamai Kemaro yang artinya kemarau karena tidak pernah terendam air meskipun arus gelombang Sungai Musi sedang tinggi. Kini, Pulau Kemaro menjadi salah satu tempat wisata yang dapat dikunjungi.

Kisah Pulau Kemaro ini mengajarkan kita untuk lebih hati-hati dan teliti dalam bertindak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top