Cindy Shilpia Maharani

Para mama Papua duduk berkelompok, bersama keluarga maupun kerabatnya. Jemari mereka asyik merajut noken. Bahan yang mereka pakai beragam: dari mulai serat kulit kayu pohon ganemo, serat pandan, sampai anggrek hutan. Bahan tersebut mereka bawa dari hutan. Mereka berbincang, bersuka ria sambil tangannya terus menilin serat kayu, kemudian mulai membuat rajutan dengan pola dan motif dari imajinasi mereka. Lalu mereka beri warna dari bahan alami, seperti Kesumba Keling, pewarna merah yang mirip rambutan. Noken yang mereka buat ini, nantinya akan digunakan untuk berbagai kebutuhan sehari-hari. Sebagai wadah menyimpan peralatan, hasil kebun atau laut, hingga untuk menggendong bayi.

Selain fungsinya yang serbaguna, noken juga memiliki beragam makna filosofis di baliknya, yaitu sebagai simbol perempuan Papua karena keterkaitannya dengan perempuan. Tiap suku mempunyai warna dan motif noken dengan makna simbolisnya masing-masing. Penyebutan noken pun berbeda-beda antara satu suku dengan yang lain. Hal ini menjadikan noken bukan hanya sekedar tas, namun juga identitas. Bentuk jaringnya yang transparan bersimbol kejujuran. Selain itu, noken juga bermakna kekeluargaan serta kedamaian.

Noken merupakan wujud nyata relasi harmonis antara masyarakat Papua dengan alamnya. Jika manusia merawat dan menjaga alam dengan baik, maka kebaikan itu akan dikembalikan oleh alam, guna manusia melanjutkan keberlangsungan hidupnya. Selain itu, noken juga merupakan hasil dari perpaduan antara kreativitas manusia dengan pemanfaatan kekayaan alam yang bijak.

Sebagai karya budaya, noken harus dilestarikan oleh generasi muda agar warisan budaya dan makna filosofinya tetap terjaga. Sifat sustainability noken juga merupakan alasan tas ini dipertahankan untuk lestari. Di beberapa daerah, sudah berdiri komunitas yang menjaga keaslian noken di tengah terjangan produk-produk olahan dari pabrik. Komunitas tersebut menjual hasil berbagai macam noken yang indah. Sehingga tidak hanya melestarikan, tetapi juga menopang perekonomian. UNESCO telah menetapkan noken sebagai salah satu “Warisan Budaya Tak Benda” pada tanggal 4 Desember 2012 lalu, sehingga tiap tanggal 4 Desember diperingati sebagai Hari Noken Sedunia.

Aku menggunakan dua warna utama di dalam gambar ini, yaitu hijau dan oranye. Hijau sebagai warna representasi alam, sedangkan penggambaran manusia diwakilkan oleh warna oranye yang hangat dan hidup. Kedua warna ini merupakan pemain utama dalam konsep yang aku buat. Aku mengilustrasikan proses pembuatan noken yang menakjubkan, yang membutuhkan keterampilan si pengrajinnya. Dari mulai menyayat kulit pohon sampai merajut dan pemberian warna. Semua karakter yang aku gambar merupakan perempuan, sebab noken merupakan simbol dari perempuan Papua. Aku juga menampilkan filosofi noken yaitu kekeluargaan dan kedamaian. Menggambarkannya lewat suasana kebersamaan karakter mama Papua yang sedang merajut noken sambil berbincang ria, selain itu kedamaian aku tampilkan dalam gaya pohon yang meliuk menaungi manusianya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top