I WAYAN GEDE EKA ARCANA

Barong Landung merupakan salah satu bentuk tradisi unik dalam budaya Bali. Kisah ini berkaitan dengan mitologi dan ritual yang menggambarkan keseimbangan. Barong Landung terdiri dari dua boneka raksasa yang biasanya distanakan di pura atau digunakan dalam pementasan seni dan upacara adat. Kedua boneka ini mewakili pasangan suami-istri, yaitu Jero Gede (laki-laki) dan Jero Luh (perempuan).
Legenda Barong Landung berawal dari abad ke 12 pada masa pemerintahan Sri Jaya Pangus yang menjadi Raja di Pulau Bali pada saat itu. Pada masa kepemimpinannya, rakyat Bali menjadi sangat makmur, sehingga hal itu menarik minat pedagang pedagang dari Tiongkok untuk berlayar ke pulau Bali, termasuk keluarga Putri Kang Cing Wei, pada saat pertama kali bertemu, Sang Raja langsung terpesona dengan keanggunan Putri Kang, yang terkenal akan kecantikan, serta kepintarannya. Tak lama setelah itu, mereka berdua akhirnya saling jatuh cinta dan melangsungkan pernikahan.
Namun, setelah sekian Tahun menikah, mereka belum juga memiliki keturunan, sehingga membuat sang Raja dan Putri Kang sedih dan kebingungan, ditengah kebingungan itu, sang raja memutuskan untuk pergi berkelana meninggalkan Kerjaan demi mencari jawaban. Sesampainya di danau Batur, sang Raja yang masih dalam perjalanan, melihat sesosok Dewi penguasa Danau, yaitu, Dewi Danu. Sri Jayapangus yang langsung terpikat dengan kecantikan Dewi Danu, memberanikan diri untuk mendekati Sang Dewi dan menikahinya tanpa sepengetahuan Kang Cing Wei.
Beberapa Tahun berlalu, namun Sang Raja tak kunjung pulang ke kerajaan, membuat putri Kang sangat gelisah dan memutuskan untuk ikut berkelana mencari suaminya, namun, ditengah perjalanan, Putri Kang melihat Sang Raja sedang bermesraan dengan Dewi Danu, yang membuat Putri Kang Marah dan mencaci Sang Dewi, Dewi Danu yang saat itu baru menyadari bahwa Sri Jaya Pangus Sudah beristri, seketika begitu murka dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk melenyapkan Sang Raja dan Dewi Kang, hingga menjadi abu.
Rakyat yang pada saat itu, mendengar kabar bahwa Raja dan Permaisuri yang mereka cintai telah tewas menjadi sangat sedih, sehingga, Dewi Danu merasa bersalah dan memerintahkan rakyat untuk membuat arca sepasang suami istri dan mencampur abu Sang Raja dan Dewi Kang kedalam arca tersebut, untuk dijadikan simbol pemimpin mereka, yang terus dihormati, dari masa ke masa. Berdasarkan kisah inilah, Barong Landung tercipta.
Barong Landung tidak hanya menjadi simbol perlindungan, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam. Kisah ini menggambarkan pentingnya toleransi, cinta, dan pengorbanan dalam kehidupan. Barong Landung juga sering digunakan dalam upacara adat dan pertunjukan seni di Bali, terutama dalam tarian yang menggambarkan kisah Raja Jaya Pangus dan Kang Cing Wei.
Dalam pementasannya, Barong Landung biasanya diiringi oleh musik gamelan dan diikuti oleh penari yang memerankan berbagai karakter. Pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengandung pesan moral dan spiritual bagi masyarakat Bali. Barong Landung hingga kini tetap menjadi bagian penting dari kebudayaan Bali dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan filosofi.

Dalam gambar berisi beberapa elemen penting seperti :
– sepasang topeng barong landung
– ilustrasi wujud dewi Danu
– ilustrasi pertemuan Sri jaya pangus dengan kapal keluarga Kang Cing Wei

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top