Di tengah lanskap Nusantara yang megah, Ibu Pertiwi menari dengan anggun dan penuh energi. Dialah jiwa alam yang menghidupi tanah air dengan kekuatan dan kasih sayangnya. Setiap gerakan tangannya melukiskan aliran sungai yang membelah bumi, mengalirkan kehidupan dari pegunungan hingga ke samudra.
Selendang birunya adalah personifikasi air yang mengelilingi dan menghidupi kepulauan subur Nusantara. Setiap helai kain yang bergerak di udara berubah menjadi riak gelombang, menyatu dengan laut yang luas, tempat di mana kehidupan bermula dan harapan berlabuh.
Rambut hitam panjangnya berayun lembut, seolah menyatu dengan angin yang berembus dari hutan tropis yang lebat. Di sekelilingnya, pepohonan yang kuat mencerminkan keteguhan tanah air yang kaya akan sumber daya, dan penduduknya yang pekerja keras. Cahaya Matahari yang hangat memeluk cakrawala, menjadi saksi bagi tarian abadi sang alam
Ibu Pertiwi menari tidak hanya untuk keindahan semata, tetapi juga untuk mengingatkan manusia akan potensi dan keseimbangan yang harus dijaga. Nusantara adalah tempat yang penuh berkah—tanahnya, rahim bagi kebudayaan yang terus tumbuh, menyimpan berbagai sumber daya mineral, lautan dan sungainya adalah tempat imperium maritim berjaya.
Namun, seperti dalam setiap tarian, harmoni adalah kunci. Jika manusia hanya mengambil tanpa menghormati ritme alam, keseimbangan ini bisa terputus dan membawa petaka bagi setiap orang yang hidup darinya. Ibu Pertiwi terus menari, mengajarkan kebijaksanaan lewat setiap ayunan tangannya.
Apakah kita masih mendengar musiknya? Atau kita terlalu sibuk mengejar dunia, hingga lupa bahwa kita adalah bagian dari tarian ini?
Karya ini dibuat dengan mengadaptasi gaya “Mooi Indie” yang pada abad 19 digunakan untuk menggambarkan keindahan alam Nusantara secara Romatik