Ilustrasi ini menggambarkan Kebaikan Pemuda Pemudi Indonesia melalui Tari Pakarena, ditunjukkan dengan semangat generasi muda untuk terus mempelajari dan melestarikan warisan tari tradisional Sulawesi Selatan ini hingga sekarang. Tari Pakarena memiliki makna mendalam, ditampilkan dengan gerakan anggun dan iringan musik khas. Tari ini sering disaksikan di acara penyambutan pengantin dan perayaan hari besar kenegaraan. Tak mengherankan jika gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya.
Tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam. Para penari, yang biasanya perempuan, melakukan gerakan tangan, tubuh, dan kepala dengan tempo lambat yang teratur. Gerakan ini mencerminkan sifat kelembutan dan kesopanan yang menjadi ciri khas masyarakat Bugis-Makassar. Kostum tari Pakarena terdiri dari baju bodo warna hijau dan merah, serta sarung tope warna putih atau kuning.
Tari Pakarena memiliki akar sejarah yang dalam, berhubungan dengan kisah perpisahan antara penghuni bumi (limo) dan negeri khayangan (botong langit). Dalam cerita tersebut, botong langit mengajarkan kepada penghuni bumi cara hidup yang baik melalui gerakan kaki dan tangan yang akhirnya menjadi ritual syukur.
Oleh karenanya, Tari Pakarena menjadi warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.