Indonesia bukan sekedar Negara Maritim dan juga dikenal sebagai Nusantara kaya akan budaya,kenakeragaman hayati,flora dan fauna yang tersebar seluruh wilayah Indonesia. Dari Sabang hingga ke Merauke, Dari berbagai daerah memiliki ceritanya sendiri menjadi Legenda,mitos,dongeng dan urban diambil dari budayanya. Sungguh Kekayaan Indonesia beragam warna dalam Budaya dan Pesona Wisata memiliki keindahan dan makna yang bisa dipetik setiap umat manusia.
Kalimantan Selatan memiliki banyak cerita dan budaya juga pesonanya dan sejarahnya. Namun kali ini saya ilustrasikan sendiri dari pesona Kalimantan Selatan itu sendiri.
Ilustrasi ini menggambarkan dua hal yang sama-sama berkaitan dengan Sungai yanitu Pasar Terapung (Floating Market) dan juga Bekantan ada di Kalimantan Selatan,Kota Banjarmasin yang dikenal sebagai Kota Seribu Sungai. Ilustrasi ini tentang seekor “Bekantan” atau biasa disebut Monyet Belanda (Nasalis Larvatus). Spesies primata satu ini adalah primata langka dan endemik Kalimantan. Saat ini IUCN Redlist mengkategorikan hewan ini dalam status konservasi “Terancam” (Endangered). Satwa ini dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990.
Banyak sebutan nama yang dimiliki Bekantan dari berbagai daerah dan negara. Orang Inggris menyebutnya Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di Malaysia disebut dengan nama Kera Bekantan, Bangkatan untuk Bruney, dan Neusaap di Belanda. Orang Kalimantan sendiri memberikan
Pohon-pohon tersebut menjadi tempat tinggal, sumber makanan, dan tempat berlindung bekantan. Namun bila dimasa sekarang terjadinya Deforestasi Hutan dan minimnya kesadaran manusia menjaga ekosistem,Bukan hanya pohon rambai,galam yang sudah mulai langka dan memungkinkan kepunahan pohon lainnya yang menjadi tempat tinggal Bekantan,Namun Bekantan juga dapat punah jika tempat tinggal dan makanannya sudah tidak ada lagi.
Sejarah pasar terapung di Kalimantan Selatan bermula dari berdirinya Kerajaan Banjar pada tahun 1520. Salah satu pasar terapung yang telah ada sejak zaman Kerajaan Banjar adalah Pasar Terapung Lok Baintan. Pasar Terapung di Desa Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar ini adalah yang terakhir tersisa di Kalimantan Selatan. Dahulu pasar semacam ini banyak bertebaran di Kalimantan Selatan, tetapi sebagian besar telah punah. Pasar Terapung Lok Baintan berada di Sungai Tabuk yang merupakan anak Sungai Barito. Keberadaan Pasar Terapung Lok Baintan cukup dikenal oleh masyarakat yang menggunakan transportasi sungai melintasi Kerajaan Banjar menuju wilayah kerajaan lainnya melalui anak cabang Sungai Tabuk menuju Sungai Kuin di Banjarmasin. Aktivitas di Pasar Terapung Lok Baintan dilakukan di tengah sungai dengan menggunakan perahu atau jukung. Para pedagang menjajakkan dagangannya kepada calon pembeli yang juga menggunakan jukung. Menariknya, transaksi jual beli di pasar terapung ini tidak hanya menggunakan uang, tetapi juga dengan sistem barter yang dalam bahasa Banjar disebut bapanduk. Sistem transaksi bapanduk ini mereka lakukan dengan sesama pedagang. Mereka menukarkan barang dengan barang lain yang mereka butuhkan. Mekanisme kerja sama antarpedagang melalui bapanduk ternyata menjadi katalis dalam menjaga hubungan di antara mereka.
Dari dua hal tersebut adalah Pesona yang paling melekat kini baik dalam tradisi kearifan dan kebudayaan juga merupakan #KebaikanAlamIndonesia yang harus kita jaga untuk masa yang akan datang agar bisa terus dinikmati setiap generasi dan menjaga kebudayaan tersebut agar tidak hilang.