Di lereng Gunung Lawu, tersembunyi sebuah telaga magis bernama Telaga Bidadari. Konon, telaga ini adalah tempat di mana langit dan bumi bersatu, dijaga oleh kekuatan alam yang tak terlihat. Suatu hari, Jaka Tarub, pemuda penjelajah hutan, menemukan telaga ini. Ia terpesona melihat tujuh bidadari turun dari kahyangan untuk mandi. Salah satunya, Nawang Wulan, begitu memikat hati Jaka Tarub. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil sayap Nawang Wulan dan menyembunyikannya, untuk menjebak Nawang Wulan di dunia manusia.
Mereka pun menikah dan hidup bahagia, dikaruniai seorang anak. Namun, Nawang Wulan selalu merasa ada yang kurang. Hatinya merindukan kahyangan, tempat asalnya. Suatu hari, ia menemukan sayapnya yang disembunyikan. Dengan berat hati, ia memutuskan untuk kembali ke kahyangan, meninggalkan pesan kepada Jaka Tarub: “Jagalah alam ini, karena di sinilah langit dan bumi menyatu. Jangan pernah serakah, atau alam akan membalasnya.”
Sejak itu, Telaga Bidadari menjadi tempat yang sakral. Bunga-bunga eksotis, tumbuh subur di sekitarnya, seolah-olah dijaga oleh roh Nawang Wulan. Gunung Lawu pun tetap berdiri megah, mengingatkan siapa pun yang datang tentang pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Nilai moral dari kisah ini adalah pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam. Cerita ini mengajarkan kita untuk tidak serakah, menghormati kekuatan alam, dan belajar dari kesalahan untuk hidup lebih baik. Dengan menjaga keseimbangan alam, kita bisa menciptakan kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan.