Menurut legenda, dahulu, wilayah Bali dan Jawa merupakan suatu kesatuan daratan. Cerita bermula ketika ada keluarga kaya raya, yakni keluarga Sidi Mantra yang memiliki kekuatan gaib. Sidi Mantra memiliki anak tunggal yang bernama Manik Angkeran. Ia merupakan anak manja yang suka berjudi. Akibat ulah dari Manik Angkeran, keluarga Sidi Mantra yang sebelumnya kaya raya kemudian jatuh miskin. Hal itu disebabkan Sidi Mantra yang selalu menuruti segala permintaan dari sang anak, Manik Angkeran.
Karena jatuh miskin, Sidi Mantra kemudian pergi ke Gunung Agung untuk menemui Naga Basuki yang memiliki kekuatan gaib. Naga Basuki ini juga mampu memberikan perhiasan kepada mereka yang berdoa dengan benar. Setelah sampai di Gunung Agung, Sidi Mantra lalu membunyikan lonceng yang dibawanya seraya memanjatkan doa.
Tak lama kemudian, keluar berbagai perhiasan dari Naga Basuki. Sidi Mantra kemudian membawa pulang berbagai perhiasan tersebut. Sesampainya di rumah, berbagai perhiasan tersebut kemudian diberikan kepada anaknya. Ia juga meminta anaknya berhenti berjudi. Awalnya, Manik menyanggupi permintaan sang ayah. Namun, ia kemudian melanggar janjinya dengan menghabiskan seluruh perhiasan untuk berjudi. Setelah itu, Manik pulang dan mencari tahu dari mana ayahnya mendapatkan berbagai perhiasan.
Naga Basuki mau memberikan berbagai perhiasan asalkan Manik mau berjanji berhenti berjudi. Manik pun menyanggupinya, tetapi ia melanggar janjinya. Manik justru bersikap tamak untuk lebih menguasai harta. Manik Angkeran kemudian berniat untuk membunuh Naga Basuki. Akan tetapi, rencana tersebut terlebih dahulu diketahui Naga Basuki. Akhirnya, Manik Angkeran dibunuh Naga Basuki. Mendengar anaknya terbunuh, Sidi Mantra sedih. Sidi Mantra kemudian memohon kepada Naga Basuki untuk menghidupkan kembali anaknya tersebut. Naga Basuki yang melihat permintaan Sidi Mantra kemudian menyanggupi untuk menghidupkan lagi Manik Angkeran. Namun, Naga Basuki memberi syarat supaya Sidi Mantra dan Manik Angkeran tinggal di tempat yang berbeda. Sidi Mantra setuju. Setelah Manik Angkeran hidup lagi, Sidi Mantra kemudian menggunakan tongkatnya untuk membuat batas wilayah. Melalui tongkat tersebut buatlah garis pemisah yang kemudian mengalir air hingga menjadi sungai besar dan berubah menjadi selat. Selat tersebut kemudian dikenal dengan Selat Bali yang memisahkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali.