Anjar Triahlis

Terdapat kisah dalam lontara La Galigo. Menceritakan tentang perjalanan kucing belang tiga yang bertemu dengan Sangiang Serri atau dikenal sebagai Dewi Padi oleh masyarakat adat Sulawesi. Pada masa itu orag-oranng tidak lagi mengindahkan pamali atau tetuah para terdahulu, sehingga Sangiang Serri dan Meong Palo melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk memberikan ajaran dan kebaikan, sampai akhirnya mereka tiba di Barru. Masyarakat Barru menyambut baik kehadiran mereka. Sangiang Serri memberikan pesan, nasihat dan pamali bagi masyarakat, khusunya dalam tata cara pengelolaan padi. Peristiwa tersebut hingga sekarang masih diperingati dengan acara Mappalili yang masih dilakukan masyarakan sulawesi saat musim tanam padi tiba.
Ajaran yang diberikan Sangiang Serri meliputi etika dan norma yang menjadi panutan masyawakat Sulawesi. Banyak sekali versi cerita yang beredar, dengan berbagai detail yang berbeda.
Terlepas dari semua versinya, kisah Meong Palo mengajarkan tentang rasa kesetiaan, nikmat dan syukur atas berkah yang diberikan, serta keharmonisan antara manusia dan alam yang harus terus dijaga. Dalam prakteknya masyarakat juga dilarang membasmi hama tikus atau serangga secara membabi buta, karena hakikatnya manusia seharusnya hidup selaras dengan mahluk hidup lain.
Dalam tema yang diambil, kisah Meong Palo sesuai untuk menggambarkan kebaikan cerita asli Indonesia, budaya dan pesan didalmnya menjadi warisan yang baik bagi masyarakat.
Hamparan sawah di latar belakang menjadi gambaran kesuburan hasil alam, Sangiang Serri digambarkan penuh senyum mengawasi dan memberikan berkat pada lahan para petani. Meong palo yang sedang bemain-main dengan tanaman padi menggambarkan perasaanya yang senang ketika melaksanakan tugasnya untuk menjaga sawah. Secara keseluruhan ilustrasi ini meggambarkan harmonisasi dari masing-masing peran.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top