Kisah Baru Klinting menceritakan asal-usul Rawa Pening di Kabupaten Semarang. Rawa ini menjadi simbol akibat dari ketidakpedulian dan ketamakan, sekaligus pengingat akan pentingnya menghargai serta membalas kebaikan dengan setimpal.
Ilustrasi ini menggambarkan alur legenda Baru Klinting, seekor naga yang mencari ayahnya, Ki Hajar, di Gunung Telomoyo. Awalnya, Ki Hajar meragukan pengakuannya meskipun Baru Klinting membawa genta pemberian ibunya sebagai bukti. Untuk membuktikan dirinya, Ki Hajar menugaskannya mengitari gunung. Setelah berhasil, Ki Hajar akhirnya mengakui anaknya dan memberi tahu bahwa untuk menjadi manusia, ia harus bertapa di Bukit Tugur.
Saat bertapa di Bukit Tugur, tubuh naga Baru Klinting dipotong oleh warga desa yang sombong untuk dijadikan santapan pesta. Ia lalu menjelma menjadi bocah lusuh dan meminta makanan, tetapi justru diusir. Hanya seorang nenek bernama Nyi Lantung yang berbaik hati memberinya makan. Sebagai balasan atas perlakuan warga desa, Baru Klinting menancapkan sebatang lidi ke tanah dan menantang siapa pun mencabutnya. Ketika ia sendiri mencabutnya, air deras keluar dan menenggelamkan desa, menciptakan Rawa Pening. Nyi Lantung selamat dengan lesungnya, sementara Baru Klinting menjadi penjaga Rawa Pening.
Sebagaimana banyak kisah asli Indonesia, legenda Baru Klinting mengajarkan bahwa kebaikan hati dan sikap rendah hati akan membawa berkah, sementara keserakahan dan kesombongan hanya berujung pada kehancuran. Nilai-nilai ini terus diwariskan agar generasi mendatang dapat belajar dari kebijaksanaan para leluhur.