Warisan sastra dan budaya leluhur, terutama cerita rakyat di Jawa Barat, memiliki nilai yang tak terhingga. Cerita tersebut diwariskan secara lisan antar generasi yang menjelaskan asal-usul suatu fenomena. Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” dari Jawa Barat mengisahkan Sangkuriang yang mencintai ibu kandungnya, Dayang Sumbi, dan dikaitkan dengan asal-usul gunung tersebut.
Visualisasi legenda Gunung Tangkuban Perahu menggambarkan keseimbangan antara kebijaksanaan dan nafsu. Dayang Sumbi melambangkan kesabaran, kebijaksanaan, dan kasih sayang, sementara Sangkuriang mencerminkan nafsu amarah yang berujung pada kehancuran dan malapetaka.
Sangkuriang digambarkan sebagai pria kekar dan kuat, mengenakan pakaian khas Jawa Barat, warna merah yang melambangkan keberanian, gairah dan cinta, serta Totopong, ikat kepala Sunda. Sangkurang diilustrasikan membawa busur untuk berburu dan membunuh Tumang, anjing yang ternyata ayahnya sendiri.
Danau, perahu, dan gunung menggambarkan syarat mustahil Dayang Sumbi kepada Sangkuriang—membendung Sungai Citarum dan membuat perahu dalam semalam. Gagal menyelesaikannya, Sangkuriang menendang perahu hingga terbalik, menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Dayang Sumbi mengenakan kebaya putih, melambangkan kesucian dan kesederhanaan. Ia dikelilingi Bunga Jaksi, menggambarkan kisah saat Sangkuriang terus mengejarnya yang mendadak hilang di Gunung Putri. Padahal Dayang Sumbi telah berubah menjadi bunga jaksi.
Wanita menumbuk padi, melambangkan upaya Dayang Sumbi menggagalkan rencana Sangkuriang. Suara tumbukan membuat ayam berkokok di tengah malam, seolah fajar telah tiba.
Tanaman Cantigi ialah tanaman khas pegunungan yang tumbuh di sekitar kawah Gunung Takuban Perahu. Tanaman ini memiliki daun yang hijau dan pucuknya berwarna orange kemerahan.
Pemilihan warna latar belakang yang menggambarkan saat matahari terbit. Berwarna jingga kemerahan dengan gradasi ke warna kuning dan merah muda. Semakin menghidupkan suasana magis dari kisah yang melegenda ini.