Muhammad Altair Fatahillah

Di perpustakaan tua, ada tiga sahabat—Raka, Bimo, dan Sari—sedang menghabiskan sore mereka membaca buku dongeng di rak paling belakang. Ketika membuka halaman pertama, cahaya keemasan berseri-sari, dan mereka menyaksikan bayangan puluhan kisah yang bergerak layaknya gambar hidup.
Mereka melihat Timun Mas berlari takut diikuti oleh Raksasa Hijau, simbol kejahatan dan cobaan hidup. Tidak jauh dari sana, seorang pria duduk hendak termenung di tepi danau besar yang disebut Toba. Dialah yang disebut legenda Danau Toba, menceritakan kisah pentingnya janji dan akibat pengkhianatan.
Di udara, mereka menyaksikan burung cacho-cacho dengan sayap berwarna warni terbang indah. “Itu Burung Cendrawasih.” kata Bimo tertegun akan keindahannya. Burung ini melambangkan kesucian dan keabadian dalam budaya Papua. Dan tiba-tiba muncul sang naga basukih yang merupakan presentasi keseimbangan alam dari cerita rayat Selat Bali.
Latar belakang gelap melukiskan dunia nyata yang misteri dan belum diketahui, sedangkan cahaya keemasan yang berputar melalui buku menunjukkan kebijaksanaan dan ajaibnya rakyat cerita legenda. Awan sekarang berubah brabias kuning yang menggambarkan transisi antara dua dunia, menampilkan agar mereka menyadari agenda ini merupakan warisan budaya yang perjalanan yang terus berjalan dalam pemikiran mereka.
Sari dan Bimo merasa kewalahan saat melihat ini semua, tetapi Raka terkejut. “K-k-kamu kenapa bergerak???” kata Raka dengan gemetar ketakutan, mencoba menutup buku. Dan cahaya perlahan pun meredup, bayangan semua kisah dan serial kembali hilang dari halaman. Ketiga sahabat itu saling bertatap-tatapan. Adakah mereka melihat keajaiban… atau… apakah ceritanya hidup?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top