[Kenangan Rumah]
Ilustrasi ini lahir dari sebuah foto yang kuambil di salah satu pasar kecil di Kota Kendari. Foto itu bukan hanya sekadar gambar, tetapi sebuah memori yang begitu melekat: sebuah kenangan yang membawaku kembali pada perasaan tentang rumah. Dalam hujan yang turun pelan, aku duduk bersama seorang teman, menunggu pesanan kami dari pedagang gerobak di hadapan kami. Di antara lampu pasar yang redup, aku mengamati kehidupan yang terus bergerak: para pedagang yang tetap bekerja dengan penuh dedikasi, pelanggan yang menanti dengan sabar, dan orang-orang yang berkumpul, berbagi ruang tanpa memandang perbedaan usia, suku, agama, atau ideologi. Itu adalah sebuah kedamaian yang lahir dari toleransi: berbeda-beda namun tetap satu.
Dalam keheningan itu, aku merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar suasana pasar malam. Aku merasakan Indonesia dalam bentuknya yang paling nyata: kesederhanaan yang menghangatkan hati, keharmonisan tanpa syarat, dan rasa memiliki yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Momen itu begitu akrab, seolah menyentuh inti dari apa yang disebut “rumah” — yang bagiku bukanlah sekadar tempat, melainkan juga orang-orang yang membuat tempat itu menjadi hangat.
Itulah mengapa aku memilih memori ini sebagai inspirasi untuk entry ini. Karena di balik cahaya yang redup, ada terang yang berasal dari kebersamaan. Karena di balik kesederhanaan, ada makna mendalam tentang identitas dan akar yang selalu membawaku kembali. Ilustrasi ini bukan hanya tentang apa yang terlihat, tetapi tentang perasaan yang membekas—tentang rumah, tentang Indonesia.