“SAMPUA” [Kebaikan Cerita Asli Indonesia]
Karya ini terinspirasi dari budaya Suku Buton yang masih dilestarikan sampai saat ini.
Pada budaya pingitan (Sampua) ini yang menjadi peserta adalah kaum hawa atau perempuan yang akan mengalami masa transisi dari remaja ke dewasa, atau dari dewasa menjelang pernikahan.
Budaya pingitan (sampua) dilaksanakan selama delapan hari atau tergantung kesepakatan antara penyelenggara Sampua dengan tokoh adat (lebe). Setiap anak perempuan yang melakukan pingitan (Sampua) akan dikurung dalam ruangan khusus yang masyarakat setempat menyebutnya ‘kasuo’. Di dalam kasuo ini perempuan yg di Sampua luluran menggunakan bedak kuning yang terbuat dari parutan kunyit yang dicampur dengan tepung beras.
Saat perempuan yang Sampua masuk dalam kasuo harus mengikuti aturan-aturan yang sudah diberi tahukan kepada perempuan yang Sampua yaitu tidak boleh terkena pancaran sinar matahari dan tidak bisa dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya
Saat keluarnya dalam kasuo perempuan tersebut didamping oleh anak kecil yang di sebut ‘Sora’. Sebelum perempuan yang Sampua ditutun untuk keluar menuju tempat duduk lebe, dihengtakan kain putih dari kasuo samapai ke tempat duduk lebe.