“Bau Nyale, Kebaikan Abadi Sang Mandalika”
Ketika bicara tentang kebaikan, yang terlintas pertama di benakku adalah pengorbanan dan dedikasi. Gambar ini adalah manifestasi dari dedikasi seorang putri di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat—seorang putri yang cantik, berhati mulia, dan dicintai rakyatnya karena kebaikannya. Kisahnya begitu membekas, tentang seorang putri yang memancarkan cahaya kebaikan hingga terdengar oleh para pangeran dari berbagai negeri.
Persaingan untuk meminangnya tak terhindarkan, namun sang putri memilih untuk menjadi milik semua, menghindari pertumpahan darah di negerinya. Ia menenggelamkan diri ke laut, menjelma menjadi cacing Nyale—warisan abadi yang menjadi tradisi masyarakat Lombok. “Bau” yang berarti mencari, dan “Nyale” yang berarti cacing warna-warni yang muncul setahun sekali, tepat di bulan Februari ini.
Gambar ini adalah refleksi dari pengalaman pribadiku saat mengunjungi Lombok pada Juni 2024 lalu. Menyaksikan langsung bagaimana masyarakat dengan tulus melestarikan tradisi ini, bagaimana mereka memaknai pengorbanan sang putri, membuatku tersentuh. Kebaikan Sang Mandalika seolah abadi, terus hidup dalam perayaan Bau Nyale setiap tahunnya.
Sama seperti Bau Nyale, Teh Botol Sosro adalah bagian dari Indonesia yang tak lekang oleh waktu, sebuah keaslian yang selalu hadir dalam setiap momen kebersamaan. Kehadirannya menemani perjalananku di Lombok, menjadi saksi bisu kekagumanku pada budaya yang kaya dan masyarakat yang hangat.
Melalui karya ini, aku ingin menyampaikan pesan tentang pentingnya pengorbanan, kebersamaan, dan keaslian yang menginspirasi kita semua untuk terus menebar kebaikan, sekecil apapun itu, karena kebaikan akan selalu abadi, seperti halnya kisah Sang Mandalika dan kesegaran Teh Botol Sosro yang selalu menemani.”