Putri Mandalika, jelita nan rupawan, jadi rebutan para pangeran. Namun, cinta baginya bukan soal tahta, melainkan damai bagi semesta. Tak ingin perang merusak negeri, ia relakan diri ketika fajar hari. Dari tebing Pantai Seger ia melompat, menyatu dengan ombak yang kian lebat. Tak ada jasad yang ditemukan, hanya nyale berwarna menawan—bak kain terakhir yang ia kenakan. Sejak itu, setiap tahun tiba, Bau Nyale dirayakan penuh cinta, mengenang sang putri yang abadi dalam legenda.
Mandalika tak menginginkan sosok pangeran jika bayaran dari itu semua adalah kehancuran rakyatnya, rasa cintanya kepada bangsa begitu besar dan murni hingga rela berkorban demi kebaikan mereka semua. Mandalika adalah wajah asli Indonesia.
–
Visualisasi Mandalika yang sedang melompat jadi fokus utama ilustrasi, di atas tebing para pangeran berusaha mengejarnya dengan latar langit ungu-oranye menggambarkan fajar yang menyingsing. Di bagian bawah, para penduduk merayakan Bau Nyale atas pengorbanan Mandalika, mencari nyale di antara bebatuan. Di kejauhan, tampak Monumen Putri Mandalika yang ikonik di Pantai Seger dalam bentuk siluet.