Sindo Doni Jayanto (Dakaverse)

“Sae nopo awon”, begitulah kalimat yang diucapkan juru kunci pasca memukul Gong Kyai Pradah, kemudian disahut dengan “sae” oleh masyarakat yang memenuhi sekitar lokasi siraman. Ini merupakan bagian dari prosesi siraman Gong Kyai Pradah, sebuah peristiwa budaya yang rutin diselenggarakan oleh masyarakat Lodoya, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Gong Kyai Pradah yang memiliki nama lain Kyai Macan merupakan kembaran dari Kyai Becak (pusaka Pangeran Mangkunegoro I/R.M. Said), yang sama-sama dibuat oleh Sunan Rawu. Gong Kyai Pradah kemudian berpindah-pindah kepemilikan, menjadi pusaka di Pajang dan Kartasura. Sejarah mengenai pusaka ini tidak lepas kaitannya dengan Pangeran Prabu dari Kartasura. Pangeran Prabu berpesan agar gong ini dimandikan dan disucikan setiap tanggal 12 Rabiul Awal dan 1 Syawal dengan air kembang tujuh rupa dan boreh (Hartono, 2022).
Seiring berkembangnya waktu, siraman atau mencuci sebuah pusaka, kemudian dikemas dengan rangkaian prosesi yang sarat makna simbolik. Prosesi itu secara garis besar terdiri dari persiapan, pelaksanaan, dan penutupan.
Tradisi ini kemudian menjadi identitas tersendiri bagi Kecamatan Sutojayan dan Kabupaten Blitar. Pelaksanaannyapun menjadi upaya menjaga lestarinya tradisi yang luhung. Kemudian dapat pula menjadi potensi wisata seni dan budaya yang dapat disiarkan secara luas melalui media apapun. Melalui karya ini wujud harap agar prosesi ini tetap lestari dan bermanfaat.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top