Hendra Mukti Kusuma

Konsep desain yang saya buat berlatar belakang tentang cerita asli dari suku Jawa. Cerita mitologi jawa yang sudah ada dalam cerita pewayangan dan karya sastra Ghatotkacasraya karangan Empu Panuluh pada jaman Kerjaan Kediri.
Alasan saya mengambil karakter Punokawan, karena dalam setiap cerita pewayangan karakter Punokawan ini menjadi ikon pelengkap dan yang paling dicari oleh penonton atau penikmat wayang. Karena karakter Punokawan ini sebagai simbol penggembira dalam cerita pewayangan atau pereda dari cerita yang mempunyai konflik. Dan dalam cerita pewayangan Punokawan sendiri bisa menjadi peran yang dibutuhkan kalangan dewa, raja, dan rakyat tidak mampu. Dan sesuai dengan konsep Teh Botol Sosro yang cocok dengan setiap kalangan
History Punokawan
Punakawan secara harfiah berarti teman atau sahabat (pamong) yang sangat cerdik, dapat dipercaya serta mempunyai pandangan yang luas, memiliki pengamatan yang tajam dan cermat.
Dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah Tanggap ing sasmita lan impad pasanging grahita yang berarti peka dan peduli terhadap berbagai permasalahan.
Punokawan terbagi menjadi 4 karakter:
a. Semar:

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar selalu tersenyum, tetapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tetapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tetapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
b. Bagong:

Sebagai seorang punokawan yang sifatnya menghibur penonton wayang, tokoh Bagong pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar, bibirnya tebal dan terkesan memble. Dalam figur wayang kulit, Bagong membawa senjata kudi.
Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu Semar, Gareng, dan Petruk, maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama. Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.
Semar mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sang Hyang Tunggal, supaya diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Semar menjawab “bayangan”, lalu bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.

c. Gareng:

Gareng adalah Punakawan yang memiliki tubuh yang kurang sempurna dengan hidung bulat, tangan patah, kaki pincang, dan mata yang juling. Sosok Gareng diartikan sebagai pesan untuk berhati-hati dalam bertindak dan tidak mengambil milik orang lain atau yang bukan haknya. Tokoh Gareng dalam Punakawan memiliki dasanama seperti Nala Gareng, Pancalpanor, dan Pegatwaja. Dalam cerita pewayangan, Gareng diceritakan sebagai anak sulung Semar
Dulunya, Gareng berwujud satria tampan bernama Bambang Sukodadi dari padepokan Bluluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga selalu menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka. Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang berjalan di atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia (Ismaya) memberi nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi itu.
Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu minta mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Kadempel, titisan dewa (Batara Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal kedua satria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur (Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi anak tertua (sulung) dari Semar
d. Petruk:
Menurut pedalangan, ia adalah anak Raja Gandarwa raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecruk Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi atau Bambang Sukasti dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling menghantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Janggan Smarasanta (Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara Ismaya. Mereka diberi petuah dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama.
Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.
Kesimpulan saya mengabil cerita Punokawan karena cerita Punokawan ini sangat cocok dengan konsep Teh Botol Sosro yang bisa dinikmati semua kalangan. Dan dari karakter Punokawan juga sangat familiar dengan cerita legenda tanah jawa.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top