”Sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurung tanpa bala, menang tanpa ngasorake.” (Kaya tanpa kekayaan, kuat tanpa sihir, maju tanpa tentara, menang tanpa mempermalukan). Begitulah kata sang karakter wayang yang berasal dari Jawa, tertanam dalam cerita rakyat, filsafat, dan jalan hidup. Semar namanya. Semar menasihati raja dan prajurit, mengingatkan mereka bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang melayani orang lain, sebuah filosofi yang selaras dengan gotong royong. Penampilan dan peran Semar mewakili keharmonisan antara kontradiksi- muda dan tua, laki laki dan perempuan, ilahi dan manusia. Ini mencerminkan identitas indonesia yang beragam namun bersatu, Bhinneka Tunggal Ika. Semar mewakili rakyat biasa, menunjukan bahwa kebijaksanaan tidak berasal dari status tetapi dari pengalaman dan kerendahan hati, hal ini mencerminkan budaya komunal indonesia yang kuat dan rasa hormat terhadap orang tua. Sebagai karakter yang unik untuk penceritaan Indonesia, Semar mewujudkan kebijaksanaan lokal membuatnya menjadi ikon budaya yang kuat. Kebijaksanaan, kebaikan, dan keadilan Semar membuatnya menjadi panutan yang positif sesuai dengan tema yang saya pilih (kebaikan cerita asli indonesia).
Merah dan oranye, (gairah, energi, dan semangat) melambangkan kepedulian Semar yang mendalam terhadap kemanusiaan dan kebijaksanaannya yang berapi-api. Kuning dan emas (pencerahan, pengetahuan ilahi, dan kemakmuran) mencerminkan peran Semar sebagai penjaga yang bijaksana dan rendah hati. Hitam dan bayangan gelap (misteri ketahanan, dan kekuatan) Semar adalah pelindung yang beroperasi dari bayang-bayang daripada mencari kemuliaan. Perutnya yang menonjol melambangkan kerendahan hati, humor, dan kelimpahan, dengan posturnya yang tenang namun kuat. Gunungan yang mewakili alam semesta yang bertindak sebagai pintu gerbang antara dunia, menandakan keseimbangan antara kekacauan dan harmoni layaknya Semar sebagai penjaga keseimbangan kosmik, membimbing orang menuju kebijaksanaan dan kebaikan. Bayangana para tokoh wayang yang dibimbing dan dinasihati oleh Semar, Bagong, Petruk, Gareng, Arjuna, werkudara, Gatotkaca, dan Kumbakarna serta Bayangan Gunung lewu yang berkaitan dengan tempat suci yang terisolasi dimana makhluk kuat atau tokoh spiritual (termasuk Semar) bermeditasi. Diharapkan dengan adanya karya ini, Masyarakat Indonesia bisa terus melestarikan dan meningkatkan nilai moral yang tinggi dalam wajah asli kebaikan indonesia.